Ensiklik Laudato Si dan Pertobatan Ekologis
Ensiklik Laudato Si yang dikeluarkan
oleh Paus Fransiskus berisi tentang kepedulian memelihara alam ciptaan sebagai
rumah umat manusia. Paus Fransiskus mengkritik tentang persoalan ekologis yang
disebabkan karena motivasi dan moral manusia yang dangkal. Ia menentang dengan
tegas sikap konsumerisme dan sikap instan manusia yang mengabaikan tugas
manusia yang sebenarnya yakni menjaga kelestarian ekosistem. Maka, melalui
ensiklik ini Paus Fransiskus mengajak kita untuk menjalankan pertobatan
ekologis. Itu berarti memulihkan kembali hubungan umat manusia dengan alam.
Sebelum masuk ke tindakan konkret
yang bisa dilakukan sebagai wujud pertobatan ekologis yang diserukan Paus
Fransiskus, ada baiknya kita melihat terlebih dahulu kenyataan yang terjadi di
bidang ekologi. Kenyataan yang terjadi adalah rusaknya bumi akibat eksplotitasi
alam yang berlebihan. Manusia mengambil dan mengeksploitasi kekayaan alam yang menguntungkannya tanpa perhitungan akan akibat yang ditimbulkan
dari perbuatannya. Sebut saja pembabatan dan pembakaran hutan untuk membuka
lahan baru tanpa reboisasi, penambangan liar, dan perburuan hewan. Belum lagi
tindakan manusia yang tanpa disadari merusak alam dan lingkungan. Seperti
penggunaan plastik dan kertas berlebihan; penggunaan bahan bakar fosil seperti
menggunakan kendaraan; dan pembuangan limbah tanpa diolah terlebih dahulu baik
melalui tanah, air, dan udara. Tindakan-tindakan itu tanpa disadari menyebabkan
perubahan iklim yang drastis.
Banyak tindakan yang dilakukan untuk
menghentikan kerusakan bumi. Mulai dari seruan untuk mengurangi kertas dan
plastik, menanam kembali hutan, menggunakan kendaraan umum, dan lain-lain. Akan
tetapi kerusakan tetap saja terjadi. Mengapa hal itu tetap terjadi? Karena
seruan dan tindakan untuk menghentikan kerusakan bumi itu hanya bersifat
sementara. Terkadang seruan tersebut hanya dijadikan tren yang hanya bertahan
sebentar. Tidak dilanjutkan dan tidak berkelanjutan. Masyarakat belum memiliki
kesadaran untuk mengurangi kerusakan bumi.
Maka, sebagai masyarakat biasa, kita tidak dapat berbuat banyak yang dapat menimbulkan perubahan yang besar
bagi bumi supaya menjadi lebih baik. Yang bisa kita lakukan adalah memulai
pertobatan ekologis ini dari diri sendiri. Mulai dari membiasakan untuk membawa
botol minum kemanapun sehingga mengurangi penggunaan botol plastik,
mendaur-ulang bahan-bahan bekas dan membuat sesuatu yang baru dari barang
tersebut, membuang sampah pada tempatnya, membiasakan bepergian menggunakan
transportasi umum atau apabila dekat berjalan kaki untuk mengurangi emisi dari
kendaraan bermotor, dan menanam pohon di rumah. Saya
mengusulkan supaya memaksimalkan penggunaan transportasi umum bagi yang akan bepergian. Karena terkadang terlihat beberapa orang menggunakan mobil
untuk bepergian sendiri. Karena tindakan itu kurang tepat sebagai wujud
pertobatan ekologis. Penggunaan transportasi umum akan lebih efisien karena
selain mengurangi emisi, juga mengurangi kemacetan.
Saya kira langkah-langkah yang tadi sudah cukup efektif sebagai wujud pertobatan ekologis. Namun
usaha-usaha tersebut akan sia-sia apabila tidak dijalankan bersama-sama seluruh
masyarakat. Perlu adanya usaha bersama untuk menjalankan pertobatan ekologis
ini.
Saya juga setuju dengan pernyataan
“Manusia adalah makhluk yang tertinggi. Manusia diciptakan setara dengan
ciptaan lain. Setiap makhluk memiliki solidaritas dengan ciptaan lainnya.
Manusia harus saling menjaga.” Mengapa? Karena pernyataan itu adalah pernyataan
yang seharusnya dilakukan oleh umat manusia sekarang ini. Saling menjaga dan
memiliki solidaritas bukan hanya kepada sesama manusia tetapi juga ke seluruh
ciptaan. Termasuk tumbuhan, hewan, dan segala yang sudah diciptakan Tuhan
supaya dapat dimaksimalkan oleh manusia.
Manusia adalah makhluk yang memiliki
akal budi untuk bertindak. Maka manusia seharusnya menggunakan akal budi itu
untuk bertindak yang benar, juga terhadap alam ciptaan Tuhan yang lain. Setiap
makhluk memiliki solidaritas dengan ciptaan lainnya. Apabila manusia bersikap
dan bertindak baik dan ramah terhadap alam dan makhluk lain, maka mereka juga
akan bersikap ramah kepada kita umat manusia. Tetapi apabila manusia tidak
dapat bertindak dan bersikap yang baik terhadap alam dan ciptaan lain, maka
mereka akan bersikap demikian pula pada manusia.
"Tanggung jawab terhadap bumi milik Allah ini menyiratkan bahwa manusia
yang diberkati dengan akal budi, menghormati hukum alam dan keseimbangan yang
lembut di antara makhluk-makhluk di dunia ini” (Laudato Si, no 48)
Komentar
Posting Komentar