Pemotongan Adegan dan Pemburaman yang Berlebihan di Televisi


           Jika kita sering menonton televisi khususnya televisi lokal, kita sering menjumpai yang namanya pemburaman pada objek tertentu dan pemotongan adegan. Biasanya acara televisi yang sering terkena pemburaman dan pemotongan adegan adalah acara-acara kartun dan film. Terkadang suatu objek dalam acara kartun dan film diinilai terlalu vulgar sehingga objek tersebut terkena pemburaman dari lembaga penyiar yang bersangkutan. Contoh objek yang sering diburamkan adalah rokok, senjata, dan bagian tubuh tertentu. Sedangkan adegan yang sering dipotong adalah adegan perkelahian dan tembak-menembak.

Contoh yang paling mudah kita temukan dari tindakan pemburaman adalah pemburaman pada tokoh Sandy dari serial animasi Spongebob Squarepants. Pada adegan tertentu, Sandy si tupai terlihat hanya memakai bikini dan bagian dada dari Sandy ini diburamkan. Contoh lain dari pemburaman adalah adegan penodongan senjata dari adegan kartun Shiva dan film-film laga yang ditayangkan di salah satu stasiun televisi. Sementara itu, tindakan pemotongan adegan sering dilakukan pada film atau acara televisi yang menampilkan adegan perkelahian. Contohnya adalah pemotongan adegan dari kartun Shiva dan serial Ultraman. Bahkan terkadang adegan yang bukan perkelahian juga ikut terpotong.

Lantas apa yang menjadi penyebab dari adanya pemburaman dan pemotongan adegan di acara-acara televisi lokal? Banyak yang mengira ini adalah ulah Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI. KPI yang memburamkan dan memotong adegan tertentu dari acara yang bersangkutan. Tetapi kenyataannya berbeda. Kenyataannya adalah bukan KPI yang melakukan pemburaman dan pemotongan adegan tersebut. KPI bahkan tidak memiliki kewenangan untuk melakukan sensor dan pemburaman terhadap tayangan televisi.

Penyebab dari pemburaman dan pemotongan adegan adalah si lembaga penyiar yang menyiarkan program atau acara yang bersangkutan. Lembaga penyiar atau stasiun televisi inilah yang melakukan pemburaman atau pemotongan adegan dari tayangannya sendiri. Mengapa lembaga penyiar melakukan pemburaman atau pemotongan adegan? Dikutip dari kpi.go.id, adanya sensor dan blur merupakan wujud dari rasa takut lembaga penyiaran terhadap KPI. Karena KPI pernah melakukan teguran terhadap tayangan seperti Spongebob Squarepants karena dinilai menampilkan kekerasan dan melanggar norma kesopanan. Teguran terhadap kartun seperti inilah yang menyebabkan beberapa lembaga penyiar merasa berhati-hati untuk menayangkan suatu acara supaya tidak terkena teguran yang serupa dari KPI. Sebagai perwujudan dari sikap hati-hati inilah, beberapa objek diburamkan dan beberapa adegan dipotong.

Di lain sisi, tindakan pemburaman dan pemotongan adegan ini menyebabkan penonton menjadi penasaran akan objek apa yang diburamkan. Selain itu, pemotongan adegan juga menyebabkan penonton menjadi kurang memahami jalan cerita dari film atau acara yang ditayangkan karena beberapa plot dipotong. Tindakan ini bagi penulis merupakan tindakan merusak kualitas film. Beberapa film menjadi menarik karena adanya adegan-adegan tertentu yang ditampilkan dalam film tersebut. Apabila adegan itu dipotong, maka tidak ada daya tarik tersendiri dari film tersebut. Film menjadi tidak memiliki sensasi dan terasa hambar.

Maka, apa yang sebaiknya dilakukan supaya tayangan tidak terkena pemburaman dan pemotongan adegan? Yang sebaiknya dilakukan adalah kedua pihak baik lembaga penyiar maupun lembaga pengawas sama-sama memperbaiki diri. Lembaga pengawas sebaiknya tidak terlalu berlebihan dalam mengawasi film dan acara-acara kartun, karena kartun dan film sudah dibuat sedemikian rupa supaya dapat menghibur dan memberikan edukasi bagi penontonnya. Lembaga penyiar juga sebaiknya tidak seenaknya memburamkan dan memotong adegan dalam film atau acara-acara kartun karena dapat merusak kualitas film.

Masyarakat sebagai penonton juga sebaiknya bisa bersikap bijaksana dengan menonton acara televisi sesuai batasan usia yang sudah diberikan oleh lembaga penyiar. Setiap acara yang ditayangkan oleh lembaga penyiar sudah diberikan rating usia di bagian pinggir bawah layar. Terdapat 5 kategori usia yang diterapkan di televisi Indonesia. Yaitu rating SU2+, P2+,  A7+, R13+, dan D18+. Rating SU2+ berarti tayangan tersebut boleh ditonton oleh khalayak umum diatas umur 2 tahun. Rating P2+ berarti tayangan tersebut cocok untuk anak prasekolah umur 2-6 tahun. Rating A7+ berarti tayangan tersebut cocok untuk anak-anak usia 7-12 tahun. Rating R13+ berarti tayangan tersebut cocok untuk remaja usia 13-17 tahun. Terakhir, rating D18+ berarti tayangan tersebut adalah tayangan untuk dewasa 18 tahun ke atas.

Dengan memperhatikan rating usia, penonton tidak perlu resah apabila terdapat adegan-adegan kasar atau pornografi. Selain itu apabila ada adegan perkelahian di dalam tayangan kartun, keterlibatan orang tua dalam mendampingi anak menonton televisi sangat diperlukan. Sehingga orang tua bisa mengajarkan kepada anaknya apa saja yang boleh ditiru dan apa saja yang tidak layak untuk dilakukan.

Semoga dengan artikel ini, masyarakat dapat lebih cerdas memperhatikan tayangan televisi dan lembaga terkait dapat lebih baik dalam mengolah pertelevisian Indonesia.

 

Sumber:

https://www.kompasiana.com/chaharudin/552b76c56ea83483618b456b/lembaga-sensor-lebay-kita

https://tirto.id/sensor-di-layar-tv-kita-menggambarkan-penonton-adalah-subjek-pasif-cHr7

http://www.kpi.go.id/index.php/id/umum/38-dalam-negeri/35397-mahasiswa-ternyata-kpi-tidak-melakukan-sensor-dan-bluring

https://tirto.id/alasan-kpi-tegur-spongebob-squarepants-gundala-hingga-rumah-uya-eh9M

https://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_rating_konten_televisi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



Komentar

Posting Komentar